Search
Close this search box.

Bertemunya Identitas Santri dan Mahasiswa

Bagikan :

Hari Santri diperingati setiap tanggal 22 Oktober untuk menghormati kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia serta peran mereka dalam membentuk masyarakat religius yang seimbang. Di era modern ini, peran santri tak hanya terbatas di pesantren tetapi juga meluas ke dunia akademik. Fenomena ini semakin terlihat di pesantren-pesantren yang menjadi tempat tinggal bagi para mahasiswa. Entah karena dulunya santri lalu menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Maupun menjadi santri bersamaan dengan mulainya pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini menciptakan dinamika baru yang menggabungkan dua identitas yaitu santri dan mahasiswa.

Santri sebagai bagian dari tradisi pesantren mengemban peran penting dalam menjaga dan melestarikan nilai-nilai Islam. Mereka hidup dalam disiplin ketat, mengikuti ajaran yang diawasi langsung oleh kiai, dan belajar ilmu agama secara mendalam. Di pesantren, santri terlibat dalam berbagai aktivitas keagamaan dan sosial yang memperkuat identitas mereka sebagai penjaga tradisi Islam. Identitas ini semakin diperkuat oleh lingkungan pondok yang homogen dan kebiasaan yang telah diwariskan selama berabad-abad.

Di sisi lain, mahasiswa berada di lingkungan yang lebih dinamis dan plural. Mereka berinteraksi dengan berbagai latar belakang sosial, budaya, dan agama. Hal ini memperkaya pengalaman mereka terhadap perbedaan. Mahasiswa dituntut untuk berpikir kritis dan analitis dalam menghadapi tantangan akademik serta masyarakat. Fenomena saat ini, banyak santri yang juga menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini berarti banyak santri yang menjadi mahasiswa.

Pertemuan antara identitas santri dan mahasiswa menghasilkan suatu identitas yang melebur (hibrid) yang unik. Para santri yang juga mahasiswa mengalami ambivalensi di mana mereka harus menyeimbangkan peran sebagai santri yang religius dan mahasiswa yang kritis dan bebas. Hal ini sering tercermin dalam perilaku sehari-hari, seperti penampilan yang yang mengikuti tren kampus namun tetap memperhatikan aturan-aturan syariat dalam mengikuti tren.

Proses melebur antara identitas santri dan mahasiswa tidak terjadi secara langsung. Akan tetapi melalui negosiasi dan adaptasi yang terus-menerus. Santri yang juga mahasiswa tidak sepenuhnya meninggalkan identitas tradisional mereka. Tetapi mereka juga tidak mengabaikan identitas baru yang mereka peroleh di kampus. Identitas hibrid ini adalah hasil dari interaksi dinamis antara dua dunia, di mana santri-mahasiswa berhasil menciptakan identitas yang “in between“, berada di antara kesalehan religius dan intelektualitas kritis.

Referensi : Satrio Dwi Haryono, Identitas Hibrid Santri Mahasiswa (Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Musthofa Ngeboran, Kec. Sawit, Kab. Boyolali) dalam Pesantren Studies Annual Symposium on Pesantren Studies (Ansops) 2023 Prosiding Nasional Vol. 02 2023

Berita Terkait