Bulan Ramadan identik dengan waktu untuk memperbanyak ibadah bagi umat Islam. Di dalamnya terdapat perintah puasa selama satu bulan penuh. Ada pula salat yang hanya dilaksanakan saat bulan ramadan yaitu salat tarawih. Selain itu, 10 hari terakhir bulan ramadan umat Islam berusaha mendapatkan malam Lailatul Qadar. Begitu mulianya bulan ramadan jika dipenuhi dengan ibadah
Umat islam sangat semangat menyambut bulan ramadan. Hal ini bisa kita lihat di awal bulan. Ketika memasuki bulan ramadan, umat islam berbondong-bondong meramaikan masjid. Ada yang melaksanakan salat tarawih berjama’ah. Ada yang menyedekahkan sebagian harta untuk orang-orang berbuka, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bulan ramadan memotivasi umat islam.
Melihat begitu positifnya bulan ramadan, pernahkah kita melihat jama’ah tarawih yang sangat banyak di awal bulan ramadan kemudian perlahan berkurang seiring waktu? Atau jangan-jangan kita tidak mengamati karena kita tidak ada di barisan jama’ah tarawih? Apapun itu, ini merupakan fenomena sosial yang umum terjadi. Bahkan sering menjadi lelucon tahunan. Bukankah umat islam sangat menyambut bulan ramadan dengan riang gembira? Bahkan bulan ramadan dapat dikatakan menjadi motivasi umat muslim. Mengapa fenomena sosial ini menjadi sesuatu yang umum saat bulan ramadan?
Konsisten merupakan tantangan tersendiri dalam diri masing-masing. Dalam hal ini, semangat untuk beribadah juga memiliki tantangan yang sama yaitu konsisten. Konsisten berarti dapat melakukan sesuatu aktivitas terus-menerus. Dalam islam ada istilah istiqamah. Salah satu pengertian istiqamah menurut Imam An-Nawawi adalah tetap di dalam ketaatan menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Jadi, istiqamah dan konsisten memiliki persamaan. Yaitu, sama-sama tetap melakukan aktivitas (ibadah) terus-menerus. Umat islam tidak peduli seberapa tinggi imannya pasti tetap menghadapi ujian. Ujian inilah yang terkadang menjadi salah satu penyebab meningkatnya keimanan seseorang jika berhasil dilewati. Atau menurunnya iman seseorang jika tidak berhasil dilewati. Semisal diberi ujian hidup yang nyaman. Ada seorang muslim yang awalnya rajin beribadah Ketika hidup susah lalu diberi kehidupan yang nyaman oleh Allah SWT malah tambah semangat beribadah dan tambah imannya sebagai wujud rasa syukur. Ada juga yang lain, diberi kenyamanan hidup setelah rajin beribadah dalam kesusahan hidup namun menjadi terlena akan kenyamanan dan menjadikan ia lupa terhadap Allah SWT. Maka dari itu, konsisten dalam ketaatan kepada Allah merupakan hal yang penting. Meskipun begitu, konsisten merupakan hal yang sulit. Bahkan bagi seorang muslim yang sudah rajin (konsisten) beribadah, kemungkinan untuk malas masih terus menghantui. Saking sulitnya konsisten (istiqamah), sampai ada ungkapan “Al-Istiqamatu khairun min alfi karamah” (Istiqamah lebih baik dari seribu karamah (kemuliaan)).
Apakah para pembaca sudah mendapat jawaban dari fenomena sosial di atas? Apakah istiqamah memang betul menjadi tantangan tersendiri dalam menjalankan ibadah? Atau mungkin ada faktor lain yang menjadi ujian sehingga keistiqamahan kita ‘terputus’. Semisal, beralih fokus menyiapkan lebaran atau mungkin hanya sekedar malas karena sudah merasakan euphoria bulan Ramadan di awal bulan.
Semoga kita bisa menjadi pribadi yang mendapat kebaikan lebih dari seribu karamah. Apalagi sebentar lagi kita akan memasuki 10 hari terakhir Bulan Ramadan. Waktu dimana lailatul qadar diturunkan. Sebelum memasuki 10 hari terakhir, kita dapat merekap bagaimana ibadah kita. Harapannya, bulan Ramadan dapat mendorong kita untuk semangat beribadah terus-menerus bahkan setelah bulan Ramadan berakhir.