Menyambut Perkuliahan Tatap Muka dengan Semangat Baru: Sebuah Catatan Bagi Dosen

Bagikan :

 

Oleh : Tunjung Genarsih

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Ponorogo

Setelah dua puluh dua bulan perkuliahan diadakan secara online (daring), pemberlakuan perkuliahan tatap muka sudah di depan mata. Jika pada awalnya dosen dan mahasiswa berjibaku di depan gadget maupun perangkat lain untuk mengikuti perkuliahan, kini sudah saatnya baik dosen maupun mahasiswa harus bersiap melakukan pembelajaran di kelas kembali. Pandemi COVID-19 telah banyak mengubah kebiasaan dan interaksi di dunia pendidikan yang menyebabkan metode perkuliahan memerlukan penyesuaian atau adaptasi baru. Tentu adaptasi ini memerlukan banyak sekali pertimbangan mengingat situasi penyebaran virus COVID-19 yang belum stabil.

Apalagi tidak menutup kemungkinan ada yang masih pro kontra dengan perkuliahan tatap muka. Meskipun perkuliahan secara daring unggul dalam fleksibilitas tempat dan waktu, namun bukan berarti tanpa kelemahan, seperti: beberapa mahasiswa yang kurang aktif karena kuliah sambil bekerja, sinyal yang kurang memadai di beberapa tempat, lelah karena harus di depan laptop atau memegang telepon genggam terus menerus, serta interaksi yang semu antara dosen mahasiswa. Baik mahasiswa maupun dosen mengalami fase yang polanya hampir sama. Sedangkan, di sisi lain perkuliahan tatap muka tentu memiliki keunggulan yang berbanding terbalik dengan perkuliahan secara daring.

Sikon seperti saat ini menempatkan metode pembelajaran secara blended learning menjadi salah satu solusi yang bisa ditawarkan di balik pertanyaan: “Bagaimana jika pandemi terkendali, apakah perkuliahan diadakan secara tatap muka saja, beralih ke daring, atau keduanya?”. Apapun pilihannya, yang pasti dampak pandemi COVID-19 bernilai positif (hikmah; bermakna) jika disikapi dengan semangat untuk senantiasa menerapkan konsep pembaharuan serta continuous improvement. Artinya, perbaikan menuju peradaban semakin maju ini memerlukan perhatian lebih bagi para dosen. Selain kewajiban menyiapkan perangkat pembelajaran yang mewadahi kedua situasi di atas, dosen juga dituntut untuk meningkatkan penguasaan keterampilan pada bidang teknologi dan informasi. Jika perkuliahan kembali dari daring ke luring lantas tidak berarti metode perkuliahan kembali manual (mekanistik).

Dosen justru juga dituntut untuk lebih peka dengan kondisi dan kesiapan mahasiswa. Tugas dosen adalah “memfasilitasi” dengan menciptakan proses pembelajaran menjadi lebih mudah dijalani oleh mahasiswa. Dosen harus mampu mengelola proses transfer ilmu dan keterampilan di era digital dengan pola komunikasi yang mendukung karakteristik mahasiswa. Harapannya adalah agar penyesuaian atau adaptasi perkuliahan tidak mengganggu kondisi psikis mahasiswa.

Secara umum, transformasi pendidikan akan berhasil jika dosen dan mahasiswa saling kolaboratif dalam prosesnya. Bekerjasama untuk menciptakan perkuliahan yang bermakna, merdeka dalam membangun ruang belajar (baik kelas nyata maupun virtual) dalam suasana demokratis, humanis, dan interaktif, dengan tetap berlandaskan pada spirit keimanan dan ketaqwaan. “Selamat Menyambut Perkuliahan Tatap Muka dengan Semangat Baru”.

Berita Terkait