MAHASISWA SEBAGAI AGENT OF CHANGE

Bagikan :

Oleh: Minatul Anggreni

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Ponorogo

Posisi mahasiwa saat ini seringkali mendapatkan julukan sebagai agent of change atau agen perubahan. Agen perubahan yang timbul dalam diri mahasiwa tentunya harus mempunyai kesadaran jiwa, kepekaan, rasa peduli, dan imajinasi untuk kehidupan yang lebih baik. Hal ini tentunya membuat mahasiswa memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang mengarah untuk hal yang lebih baik lagi dan memberikan manfaat serta menjadi pengontrol untuk diri sendiri, orang tua, teman, orang sekitar dan untuk Negara.

Kenapa harus mahasiswa? Kenapa bukan orang lain saja? Saat ini mahasiswa dikenal sebagai seseorang yang memiki cara berfikir yang kritis, berani, demokratis, tetapi juga turut andil dalam melakukan berbagai kontribusi untuk perubahan yang lebih baik. Wujud peranan mahasiswa sebagai agen perubahan bukan berarti kita hanya menjadi perintis perubahan, tetapi kita juga harus menjadi pelaku dalam perubahan tersebut. Tanpa sebuah aksi nyata, perubahan pun tidak akan mungkin terjadi. Sesama mahasiswa harus hidup berdampingan dalam menciptakan sebuah perubahan. Berani mengatakan kebenaran, tidak menyembunyikan kebohongan, dan selalu menyerukan keadilan agar tidak terpedaya omong kosong para politisi yang mengatasnamakan kesejahteraan.

Sebagai Agent of Change sudah seharusnya mahasiswa siap dalam menghadapi tantangan yang diakibatkan oleh perkembangan zaman yang tidak menentu hingga menimbulkan pergeseran dan segala problematikanya di lingkungan masyarakat untuk saat ini. Mahasiswa sudah seharusnya memiliki pemikiran yang solutif dan sifat sensitivitas yang tinggi hingga mampu memberikan dedikasi yang berguna untuk lingkungan masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan dan sosial masyarakat.

Hal bermakna yang dapat dilakukan seorang mahasiwa di lingkungan sekitar, misalnya ketika melihat para remaja yang mulai mengabaikan pergeseran nilai dan budaya. Pada saat ini para milenial hidup di jaman serba canggih, jarang menggunakan sesuatu secara manual dan hanya menginginkan kehidupan instan tanpa mengetahui bagaimana proses perjalanan hidupnya sehingga hasil yang di dapatkan pun kurang memuaskan. Berawal dari hilangnya adab terhadap orang tua, sopan santun, pergaulan yang semakin bebas, hidup bermewah-mewahan, dan hilangnya moral dalam diri.

Mahasiswa yang hidup di era modern ini diharapkan mampu melakukan aksi nyata sebagai problem solver demi membentuk aktualiasi dalam mempertahankan budaya bangsa yang telah menjadi warisan oleh para nenenk moyang kita. Diantaranya kita dapat mengadakan forum tentang kajian keagamaan yang melibatkan para generasi milenial tentang ancaman yang mungkin akan terjadi pada industri 4.0. Pendakwah yang dihadirkan harus mampu membuat para milenial mempunyai pandangan yang cerdas dan cerah dengan cara mengkategorikan kehidupan yang akan dihadapi dengan tetap memperhatikan perkembangan yang ada. Milenial cerdas berasal dari dalam diri dengan cara menanggapi perkembangan yang sudah pasti memiliki dampak positif dan negatif. Membentuk pondasi yang kokoh merupakan tujuan dari diadakannya forum keagamaan ini yang tentunya para kaum milenial sudah memiliki iman yang kuat dalam mengontrol diri.

Bukan hanya membentuk forum keagamaan, mahasiswa juga dapat mengajak para milenial untuk ikut serta dalam beberapa organisasi tertentu. Organisasi di analogikan seperti sebuah kapal yang didalamnya ada nahkoda dan abk. Tugas dari nahkoda yaitu sebagai penentu arah dan tujuan kapal, sedangkan abk sebagai penjalan mesin kapal. Begitu juga dalam sebuah organisasi tentunya memiliki yang namanya pemimpin dan anggota. Pemimpin memiliki tugas untuk memberikan arahan kemana sebuah organisasi hendak dibawa. Sedangkan anggota tugasnya mematuhi hasil keputusan yang di gagas bersama. Dengan melibatkan kaum milenial dalam organisasi, tentunya akan menumbuhkan rasa tanggungjawab, kerja sama, dan rasa keikhlasan yang luas. Tentunya ketiga hal tersebut mampu menjadi modal bagi kaum milenial untuk menghadapi era digital ini.

Milenial yang sudah terbiasa bergabung dengan organisasi juga cenderung sangat kooperatif. Mereka telah dilatih untuk terus bersama hingga tujuan dalam organisasi bisa tercapai. Terlepas dari manfaat yang yang mereka terima, mereka percaya bahwa suatu hari tidak ada yang sia-sia. Melalui beberapa hal yang telah dilakukan mahasiswa tersebut, diharapkan dapat mengurangi dari kebodohan kaum milenial dengan tetap memperhatikan lingkungan sekitar sebagai apresiasi interaksi sosial.

Berita Terkait