REFLEKSI LITERASI DIGITAL: PUSTAKAWAN BUKAN EVENT ORGANIZER, TAPI AGEN TRANSFORMASI INFORMASI

Bagikan :

Oleh :
Dr. AJI DAMANURI, M.E.I.
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Ponorogo

Berteman dengan pustakawan senior itu banyak ilmu yang saya peroleh. Peran utama pustakawan di era digital informasi bukan saja mengelola literasi pustaka, namun juga mampu membantu para pencari referensi dengan mudah, cepat, dan tepat.

Kemudian mengelola referensi, memahami seluk beluk sumber informasi ilmiah dan mengenalkan berbagai aplikasi digital library. Hidup di era digital penggunaan aplikasi digital sudah menjadi gaya hidup tersendiri, maka sosok pustakawan seharusnya mampu memahami berbagai aplikasi dalam penelusuran informasi, penataan dan output berbasis teknologi digital.

Jadi kalau ada pustakawan yang lebih sibuk dengan kegiatan-kegiatan di luar tugas pokok dan fungsinya maka perlu dipertanyakan kompetensinya. Pustakawan akademis (academic librarian) mestinya lebih sibuk melayani mahasiswa dalam menyusun artikel dari sisi kepustakaan, mengajari manajemen referensi semisal mandeley, zotero dan lain sebagainya, sehingga pustakawan tidak terjebak pada kegiatan rutin sebagai event organizer. Hal tersebut juga menjadi pertanyaan yang sama bagi dosen, apakah Tri Dharma Perguruan Tinggi melekat padanya atau tidak.

Pertemanan saya dengan Kang Kardi, pustakawan senior IAIN Ponorogo memberi manfaat yang besar bagi saya yang awam dalam literasi informasi kepustakawanan. Ada beberapa aplikasi yang sudah ada di google yang baru saya sadari keberadaanya. Maklum saya termasuk orang yang dilihat dari perspektif Tri Dharma termasuk yang tidak seimbang, lebih banyak beban pengajaran dibanding penelitian dan pengabdian masyarakat.

Beberapa aplikasi yang saya peroleh dengan “nggumun” karena kealpaan saya–ingin saya bagi dengan yang lain–siapa tau masih ada yang sama dengan saya. Kegagapan saya akan teknologi informasi sehingga tidak mengetahui fungsi-fungsi aplikasi yang telah lama ada dan dimiliki.

Pertama, misal daripada bengong saat menunggu keberangkatan perjalanan di bandara, stasiun kereta atau tempat tunggu lainnya, Kang Kardi ngajari saya membaca jurnal-jurnal internasional berbahasa asing seperti bahasa Arab atau Inggris dan lalu menyimpannya. Wah, bagaimana bisa? Biasanya butuh kamus untuk menerjemahkan sebuah artikel.

Tenang, cukup buka HP, masuk ke google chrome, buka artikel di jurnal internasional yang berbahasa asing, lalu klik tiga titik biasanya di pojok kanan atas kemudian pilih terjemah, terus klik Bahasa Indonesia, maka artikel tersebut langsung berubah menjadi bahasa Indonesia dengan kualitas bagus-lumayan enak dibaca.

Hasil terjemahan tadi lalu salin teks dan tempel di WhatsApp milik kita, selesai. Beberapa handphone android ada yang otomatis keluar menu terjemahkan Inggris -Indonesia, tinggal tekan tombol bahasa yang diinginkan dan jadi terjemahan. Sekali duduk kita bisa membaca beberapa abstrak artikel jurnal internasional sesuai tema yang sedang ditulis.

Kedua, jika memiliki file buku elektronik (e-book) berbahasa asing yang ingin diterjemahkan? Buka Google docs, klik blank (tanda plus), arahkan mouse ke tombol tool, upload buku elektronik yang akan diterjemahkan, setelah terupload pilih menu open with google docs maka file akan menjadi format word.

Langkah selanjutnya adalah klik tool lagi dan pilih menu translate document, tandai file dengan nama depan sesuai keinginan, kemudian pilih bahasa Indonesia untuk menerjemahkan. Maka jadilah satu buku PDF berbahasa asing tadi menjadi berbahasa Indonesia. Hanya terkadang kalau buku cukup tebal hanya tertranslate separuhnya.

Ketiga, persoalan kita adalah bagaimana memparafrase kalimat yang kita kutip. Jangan khawatir kata Kang Kardi, buka saja aplikasi ringkas dan paraphrase yang ada di google, ada spinner.id, getdigest, paraphrase atau aplikasi sejenis lainnya. Namun agar lebih halus sesuai gaya bahasa bidang yang dikaji dan memiliki ciri khas sendiri perlu subyektivitas penulis dalam editing parafrase ini.

Adapun untuk manajemen referensinya bisa menggunakan Mendeley atau Zotero tergantung selera masing-masing, atau model jurnal yang dituju. Berteman dengan pustakawan bisa belajar dunia literasi dan pustaka, khususnya digital library dengan berbagai aplikasinya.

Ilmu ini meski sederhana dan remeh bagi yang sudah mahir, namun baru bagi saya yang masih awam, semoga bermanfaat bagi semua. Celakanya, mengetahui semua ini membuat saya malu, bagaimana mungkin fasilitas semudah itu tidak membuat saya rajin menulis. Bismillah, menulis.

Begitulah pustakawan sejati memberi solusi bagi akademisi tradisional yang memandang perpustakaan sebagai gudang buku yang menjemukan. Jika sesuatu difungsikan sebagaimana fungsi utamanya maka akan memberi manfaat lebih besar. Jadi, Pustakawan bukanlah pelaku Event Organizer yang lebih sibuk mengurusi kegiatan di luar kompetensinya, tapi pencerah bagi akademisi dan peneliti.

Berita Terkait